008. JEJAK-JEJAK KETAHANAN PANGAN DIBUMI MATARAM
Ketahanan Pangan, Istilah ini mulai populer sejak tahun 2005. Mengingat betapa pentingnya masalah ini memasuki tahun 2009 lahirlah Badan Ketahanan Pangan (BKP) di Propinsi DIY. BKP ditingkat pusat merupakan lembaga tersendiri yang terpisah dengan Badan Penyuluhan. Sementara itu, BKP di Prop. DIY digabung dengan Komisi Penyuluhan Pertanian sehingga menjadi Badan Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan (BKPP). BKPP Prop. DIY berada dibawah koordinasi Kepala Dinas Pertanian Prop. DIY.
Seberapa jauhkah ketahanan pangan sudah dapat diwujudkan di Prop. DIY? Mungkin masih banyak hal yang harus dilakukan agar ketahanan pangan bisa benar-benar mantap. Namun marilah kita tengok terlebih dahulu potret ketahanan pangan dimasa lalu. Apakah konsep ketahanan pangan juga sudah diterapkan?
Jogja selalu adem ayem, dalam suasana apapun. Mungkin keadaan ini adalah sebuah indikasi bahwa ketahanan pangan telah terwujud dan tertanam secara kuat sejak dahulu. Pedukuhan Mataram bisa dibilang sebagai daerah yang kecil jika dibandingkan dengan wilayah kerajaan pajang secara keseluruhan. Tanah yang subur merupakan anugrah alam yang luar biasa. Dengan modal inilah Mataram tempo dulu dapat berkembang dengan pesat. perkembangan tersebut tentu tak terlepas dari konsep ketahanan pangan. Mataram terbukti dapat mencukupi kebutuhannya sendiri. Keadaan inipun terus dapat bertahan hingga Mataram telah dibagi menjadi dua. Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat mewakili wilayah daerah Mataram tempo dulu sejak didirikannya Mataram oleh Kanjeng Penembahan Senopati.
Roda sejarah bergulir, tiba saat untuk memutuskan apakah Jogja akan berdiri sendiri ataukah bergabung dengan NKRI. Ketahanan pangan sebagai bagian yang mendasar dari persoalan ekonomi juga menjadi sebuah pertimbangan. Akan tetapi karena jiwa nasionalisme sejati yang dimiliki oleh Kanjeng Sinuwun HB IX maka Jogja memilih untuk bergabung dengan NKRI. Beliau punya pandangan bahwa masyarakat akan lebih makmur jika bergabung dengan NKRI. Meskipun sejarah dimasa lalu telah membuktikan Mataram kecil dapat bersinar terang di Bumi Jawa. Tetapi fakta lainnya adalah mataram juga menjadi besar setelah digabung dengan pajang. Sedikit gambaran yang terjadi pada waktu itu,"Tidak Dimas, Ngayogyakarto akan menjadi bagian dari NKRI dan tunduk kepada aturan-aturan yang ada," sabda Sinuwun HB IX. "Inggih Kangmas, Jogja pancen istimewa tenan," Balas Paduka Yang Mulia Presiden RI Bung Karno. Begitulah kira-kira yang terjadi, kenangan sejarah ini adalah sebuah prasasti yang mengisyaratkan bahwa soal ketahanan pangan juga menjadi dasar pijakan untuk membentuk sebuah tatanan pemerintahan. Dengan demikian, maka pemerintahan yang gagal mewujudkan ketahanan pangan adalah pemerintahan yang gagal.
Mari kita simak jejak-jejak konsep ketahanan pangan dimasa lalu. Gunung Kidul adalah sebuah daerah yang menarik untuk diamati. Kebiasaan masyarakat menanam singkong kemudian mengolahnya menjadi gaplek merupakan hal yang unik. Kenapa harus singkong bukan tanaman yang lainnya? Kenapa harus menjadi gaplek bukan menjadi bahan yang lain? Seperti kebiasaan sebagian petani di Daerah Kediri, sebagian dari mereka gemar mengolah singkong menjadi tepung tapioka? Ternyata masyarakat gemar mengkonsumsi makanan berbahan dari singkong maupun gaplek. Hasilnya adalah didaerah yang tandus dan kering tersebut masyarakat dapat survive. Sehingga kendala utamanya bukan karena kurang pangan tetapi yang bisa terjadi adalah kekurangan air jika kemarau terlalu panjang. Sebuah prestasi yang luar biasa. Sesuatu yang sederhana namun hebat.
Sebuah potret ketahanan pangan yang mantap yang terjadi di Gunung Kidul apakah terjadi dengan sendirinya? Apakah begitu saja masyarakat mengenal singkong kemudian gemar mengkonsumsinya?
Kita simak dulu daerah lain yang masih banyak yang bisa menjadi saksi. Lahan pasir di Kabupaten Kulon Progo dahulu, sekitar tahun 90-an sejauh mata memandang adalah hamparan pasir. Daerah bak gurun pasir hanya tanaman rumput dan pohon pandan saja yang tumbuh. Wajah gurun pasir tersebut sekarang telah berubah menjadi areal pertanian yang luas. Kulon Progo menjadi salah satu sentra cabe keriting di Jawa. Apakah kawasan usaha tani tersebut muncul sendiri? Demikian juga dengan lahan pantai di antara Kali Opak dan Kali Progo yang berada di Kabupaten Bantul. Daerah Patehan (Goa Cemara) menjadi daerah penghasil ubi lahan pasir dengan kualitas yuhuuuuu. Kenapa masyarakat disana gemar menanam ubi?
Ternyata... Sebenarnya keberadaan pohon pandan yang tumbuh dipantaipun ada ceritanya. Ada penyebabnya yang membuat tanaman pandan ditanam dilahan pasir. Demikian juga dengan keberadaan areal pertanian lahan pasir di Kabupaten Kulon Progo juga ada kisahnya. Sejak lahan pasir dipandang sebagai potensi ekonomi maka berbagai program perintisan usaha telah dijalan pemerintah. Tujuannya adalah agar roda perekonomian di wilayah pesisir dapat berjalan lebih baik. Namun dalam beberapa waktu, belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Dengan peran serta dari para pejuang perintis maka upaya pemerintah menjadi lebih cepat terlaksana sesuai yang diharapkan. Sesuatu yang dicatat disini bahwa kawasan usaha tani yang terbentang di Lahan Pasir Kabupaten Kulon progo tidak tercipta dengan sendirinya. Hal itu melalui proses yang cukup panjang.
Tentunya keberadaan singkong di Gunung Kidul sudah pasti juga melalui proses yang panjang. Singkong Gunung Kidul merupakan warisan konsep ketahanan pangan yang sudah ada sejak dahulu. Bisa jadi adalah warisan dari Kerajaan Mataram. Meski hal ini hanyalah dugaan saja, mengingat bahwa Gunung Kidul adalah sebuah daerah tua dengan misteri peradaban masa lalunya.
(Bersambung)
(Dikutip dari : Buku Ma Ga Ba Tha Nga (Pangeran Pancasari, 2008))
(Dikutip dari : Buku Ma Ga Ba Tha Nga (Pangeran Pancasari, 2008))